BPN Bitung Dianggap Lalai, Christianto Janis, SH : Ini Bisa Picu Konflik Sosial Serius

Foto: Praktisi hukum Kota Bitung, Christianto Janis, SH,. (Foto.mirawan)

TNews, BITUNG– Masalah sertifikat tanah ganda kembali menghantui warga Kota Bitung. Sebuah kasus mencuat setelah ditemukan dua sertifikat atas lahan yang diduga identik, masing-masing atas nama NS (diterbitkan pada 1998) dan NT (diterbitkan pada 2009). Rabu, 20/8/2025.

Ironisnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) Bitung sebagai lembaga negara yang seharusnya menjamin kepastian hukum atas tanah, justru menjadi institusi yang menerbitkan dua sertifikat berbeda untuk satu objek yang sama.

Bacaan Lainnya

Kepala BPN Bitung, Steven Wowor, mengakui adanya kasus ini namun berdalih bahwa pihaknya masih perlu “menganalisis” riwayat tanah yang dimaksud.

Ia bahkan berencana mempertemukan kedua pemegang sertifikat untuk mediasi, tanpa mampu memberikan penjelasan hukum yang tegas mengenai mengapa sertifikat kedua bisa diterbitkan 11 tahun setelah sertifikat pertama.

Kami tidak bisa langsung menyimpulkan. Harus dilihat dulu kronologi, peta bidang, hingga riwayat penguasaan tanah,” ujarnya kepada wartawan.

Namun ketika didesak soal dasar hukum penerbitan sertifikat tahun 2009, Steven memilih irit bicara dan hanya menjanjikan “analisis lebih lanjut”.

Langkah BPN yang tampak berhati-hati, bahkan terkesan menghindar, ini menimbulkan pertanyaan serius publik.

Apakah benar ini hanya kesalahan administratif semata, atau ada praktik sistematis yang mengarah pada mafia tanah?

Praktisi hukum Kota Bitung, Christianto Janis, SH,. menilai kasus ini bukan sekadar tumpang tindih administratif.

Ia menegaskan ada indikasi kuat praktik mafia tanah yang memanfaatkan kelengahan, atau bahkan keterlibatan oknum, di instansi pertanahan.

Kalau sertifikat pertama sudah terbit resmi sejak 1998, bagaimana mungkin muncul sertifikat kedua di atas lahan yang sama pada 2009? Ini bukan lagi soal kelalaian, ini indikasi kejahatan terstruktur. Dan BPN tidak bisa cuci tangan,” tegas Janis.

Ia menyebut modus mafia tanah kerap melibatkan pemalsuan dokumen, manipulasi data penguasaan tanah, hingga kolusi dengan oknum lembaga negara.

Jika benar ada keterlibatan internal, ini harus diungkap secara transparan dan pelaku diproses hukum. Karena akibatnya fatal, bisa menimbulkan konflik sosial yang serius.”

Kota Bitung bukan baru kali ini dilanda kasus sengketa tanah akibat sertifikat ganda. Sejumlah laporan serupa terus bermunculan, namun penanganannya selalu berlarut dan minim transparansi.

Masyarakat pun mulai mempertanyakan integritas BPN sebagai lembaga negara.

Kalau lembaga sekelas BPN bisa menerbitkan sertifikat ganda dan tidak bisa memberi kepastian hukum, lalu kita harus percaya pada siapa?” ujar seorang warga Pateten Dua yang enggan disebut namanya

Melihat banyaknya kasus serupa dan dugaan keterlibatan oknum dalam tubuh BPN, sejumlah pihak mendesak agar dilakukan audit menyeluruh terhadap kinerja dan sistem administrasi BPN Bitung.

Bahkan muncul wacana agar lembaga independen atau aparat penegak hukum turun tangan untuk mengusut kasus ini, termasuk potensi tindak pidana seperti pemalsuan, penipuan, dan persekongkolan jahat.

Sudah waktunya aparat hukum tidak hanya menangani konflik antar-warga, tapi masuk ke akar masalah: siapa yang bermain di balik meja? Jangan biarkan mafia tanah menghancurkan kepercayaan publik terhadap hukum dan negara,” tutup Janis.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan